Tuesday, September 6, 2011

Makin Buruknya Sistem Sertifikasi Guru

Di SEMARANG (JAWA-TENGAH). Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Pusat Dr Sulistyo Mpd menyatakan, proses sertifikasi guru di Jawa Tengah masih buruk dibandingkan dengan daerah lain.

Hal ini dibuktikan dengan begitu banyak jumlah guru yang ditolak pengajuan sertifikasi oleh Kemdiknas karena tidak sesuai dengan persyaratan.

Menurut laporan yang didapat dari Kemdiknas, ungkap dia, banyak guru di Jateng tidak bisa diproses karena tidak sesuai dengan prosedur.
Menurutnya, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan sertifikasi, yakni masa kerja, usia, dan pangkat/jabatan.

”Dalam hal ini, banyak pengajuan sertifikasi di Jateng yang ditolak karena tidak sesuai dengan persyaratan tersebut. Hal ini membuktikan sistem pemberkasan dan administrasi di kota/kabupaten masih lemah,’’ kata anggota DPD RI ini.

Dia mencontohkan, ada seorang guru yang diajukan untuk sertifikasi padahal masa kerja belum memenuhi syarat. Sulistyo menduga hal ini terjadi akibat adanya praktik jual-beli sertifikasi. ”Dinas Pendidikan Jateng tidak bisa berbuat apa-apa, karena kewenangan ada di dinas kota kabupaten,’’ ujarnya, Senin (5/9), di sela-sela halalbihalal IKIP PGRI Semarang.

Ditata Ulang

Sulistyo mengatakan, sertifikasi sangat penting guna memberikan tunjangan guru. ”Tunjangan ini sebesar satu bulan gaji, ini yang membuat dugaan diperjualbelikan,’’ ungkap Sulistyo. Dia menjelaskan, ada beberapa kabupaten yang sangat buruk sistem sertifikasi guru, bahkan memperjualbelikan.

Namun, Sulistyo enggan menyebutkan kabupaten yang dimaksud. ”Ada yang harganya hingga Rp 5 juta. Jika dibandingkan dengan tunjangan yang akan didapatkan, jumlah ini sangat kecil, sehingga banyak guru yang rela membayar,’’ kata Sulistyo.

Dia meminta sistem sertifikasi ditata ulang disesuaikan dengan Nomor Unit Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). ”Saya minta guru memperbarui data kepada petugas, sehingga bisa segera mendapatkan sertifikasi sesuai dengan NUPTK,’’ tuturnya. Selain itu, aktif mengecek pada dinas kependidikan atau Kementerian Agama di daerah masing-masing.

Sulistiyo berpendapat, sertifikasi ini merupakan pintu masuk untuk meningkatkan mutu, bukan tanda peningkatan mutu. ”Sering terjadi kesalahpahaman, jika sudah mendapat sertifikasi berarti sudah meningkat kemampuan,’’ kata dia.

Padahal, lanjutnya, banyak yang harus dilalui oleh seorang guru setelah mendapatkan sertifikasi, seperti mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru.

”Jadi sertifikasi ini bukan tujuan, tapi jalan untuk mencapai tujuan yakni peningkatan mutu guru dan dunia pendidikan,’’ tandas Sulistyo.