Saturday, September 10, 2011

Ngatemi Tak Punya Ongkos, Tumor Dibiarkan Bengkak 25 Kg

Kondisi memprihatinkan dialami Ngatemi, warga RT 7 RW 8 Dukuh Sebeduk, Desa Tengguli, Kecamatan Bangsri, Jepara.

Ibu satu anak itu menderita penyakit tumor di perut sejak sekitar 12 tahun lalu. Sekarang penyakitnya terus membesar dengan berat sekitar 25 kilogram.

Dengan kondisi itu, Ngatemi tak bisa berbuat banyak karena untuk berjalan sepuluh meter saja pinggangnya sudah tak mampu menahan beban itu.

Awalnya, Ngatemi merasa sakit perut seperti orang menstruasi. Menyadari ada yang janggal, dia lantas mendatangi tukang pijat dan disarankan untuk memeriksakan ke dokter. Sebab ketika dipijat, ada benjolan di dalam perut.


”Saya periksa ke RSU Kartini dan diberitahu ada tumor di perut. Harus dioperasi. Biayanya besar. Karena tidak punya dana, saya tidak operasi sampai sekarang,” ucapnya.

Setelah itu, Ngatemi terus beraktivitas seperti biasa dengan berjualan sayur ke Pasar Bangsri dan Mlonggo. Aktivitas itu terus dilakukannya hingga sekitar tahun ketiga saat tumor di perutnya semakin besar dan membuatnya tak lagi bisa beraktivitas.

”Rasanya sangat sakit,” ucapnya. ”Sehari-hari saya minum jamu pahitan dari sambiroto dan mahoni,” imbuhnya.

Tak hanya kondisi Ngatemi yang butuh perhatian. Suaminya, Kasman (70) sudah enam bulan ini hanya bisa tiduran karena menderita penyakit paru-paru parah. Kondisi itu membuat Kasman tak lagi bisa berkomunikasi dengan baik.

Napas Kasman terdengar berat dan tak mampu berbicara ketika diajak komunikasi.

”Suami saya kerjanya serabutan, mengumpulkan ranting-ranting pohon untuk dijual kepada tetangga. Hasilnya untuk membiayai sakit saya. Sekarang sudah tidak bisa apa-apa lagi.”

Butuh Bantuan
Kepahitan Ngatemi tak hanya sampai di situ. Selain suami sakit, dia masih harus merawat ibunya, Mbah Sarigi, yang sudah berusia 90 tahun.

Kini, Ngatemi hanya bisa pasrah. Belum ada uluran bantuan untuk melakukan operasi. Meski demikian, Ngatemi memiliki asa untuk sembuh.

Untuk bertahan hidup, dia tak mau menyerah. Ngatemi berjualan di rumah untuk memenuhi kebutuhan tetangga. Meski dalam prakteknya pembeli lebih sering melayani sendiri untuk mengambil barang yang dipilih.
”Jualan sekadarnya.

Untuk kulakan saya titip tetangga yang ke pasar. Dari jualan ini sehari bisa dapat Rp 10 ribu, habis untuk kebutuhan hidup,” ujarnya.

Ngatemi sudah merelakan sekapling tanahnya seukuran 12x6 meter hanya dengan harga Rp 2 juta. Dia juga berupaya menjual tanah lainnya, tapi belum ada kecocokan harga.

”Pembeli pengin beli seluruhnya, termasuk rumah saya dengan harga Rp 10 juta. Saya tidak jual,” jelasnya.
Beruntung, adiknya, Sulkhan (45), tinggal tak jauh dari mereka.

Hanya berjarak sekitar 10 meter. Dia bisa ikut merawat meski juga tak bisa berbuat banyak dalam ongkos pengobatan.

”Saya hanya kuli panggul dan sudah berkeluarga. Paling saya hanya bisa bantu merawat dan bayar listrik,” akunya.


Kabid Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara Bambang Dwiposuwignyo, yang dikonfirmasi soal kondisi Ngatemi, berjanji akan mengecek melalui petugas Puskesmas Bangsri II.

Upaya pertama adalah pelacakan penyakit kronis sebelum sampai rujuk ke rumah sakit.

”Nanti bisa langsung dirujuk dan diberikan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) atau Jamkesmasda. Yang penting diperiksa dulu,” ucapnya.