JUARA, Muhammad Akbar menerima hadiah dari Kemdikas dalam ajang OSN di Manado, baru-baru ini. |
Terkait dengan sukses keempat siswa tersebut khususnya dan Jawa Tengah pada umumnya dalam setiap event, Kadinas Pendidikan Jawa Tengah Drs Kunto Nugroho HP MSi mengatakan, hal itu karena adanya pembinaan di satuan pendidikan yang bersifat berjenjang, berkelanjutan, dan intensif. “Pembinanaan pada setiap satuan pendidikan, termasuk SDLB, SMPLB, dan SMALB tidak hanya ketika ada lomba atau olimpiade, tapi sejak proses belajar, mengajar di kelas,” ungkapnya saat ditemui di kantornya, kemarin.
Dan terbukti, Alexander Farrel Risrandia atau biasa dipanggil Farrel bisa mempersembahkan emas. Farrel, sejak lahir sudah ada tanda-tanda kanker di kedua matanya. Kedua orang tuanya telah berjuang untuk mengobati bahkan sudah dua kali berobat ke Singapura. Tetapi hasil akhirnya, kedua bola mata Farrel harus diganti dengan bola mata palsu. Usia dua tahun, Farrel sudah tidak dapat melihat dengan matanya. Seiring dengan pertumbuhan badan yang semakin gemuk, kuat, dan gagah, tumbuh dan berkembang pula kecerdasan otak Farrel.
Di SD Putra Bangsa Klaten, kecerdasan Farrel mulai tampak. Hobi bermain komputer telah membuat Farrel menguasi 14 program komputer, belum lagi prestasi akademisnya. Pada jenjang pendidikan SDLB, Farrel telah membuktikan prestasinya yaitu menyabet emas pada OSN untuk mata lomba Cerdas Cermat Matematika dan IPA.
Lain Farrel lain pula Akbar. Akbar merupakan salah satu anak penyandang tunadaksa. Kelumpuhan kedua kakinya diawali sejak umur satu tahun, dan sejak itu Akbar hanya bisa berjalan dengan kursi roda.
Karena itu, anak kedua dari pasangan suami-istri Muslim Hadi Pratono dan Farida Ryan yang bernama lengkap Muhammad Akbar tersebut belum bisa mandiri total, karena ada bagai kendala teknis. Keinginan untuk menjadi seorang arsitektur itulah yang mendorongnya untuk terus belajar. ’’Waktu itu bagaikan pedang. Kami mesti pandai dan cerdas memanfaatkan waktu, agar tidak terbuang sia-sia,’’ jelas Akbar sambil menyatakan sulit belajar tanpa musik.
Kini, di saat dia duduk dibangku kelas VI SD YPAC Surakarta, baru melihat dan merasakan usaha dan doanya. Melalui Olimpiade Sain Nasional di Menado, Akbar meraih medali emas untuk mata lomba MIPA.
Buktikan Diri
Hal sama dialami oleh Afriayan Choirul Anam. Dia berhasil membawa emas untuk mata lomba Matematika dan IPA. Anam tidak bisa mandi kalau tidak dimandikan sang ayah. Kelumpuhan total kedua kaki Anam sejak umur satu tahun hingga kelas II SMPLB yang membuatnya belum bisa mandiri secara Total.
Padahal, Anam termasuk tipe orang yang malas belajar. Hanya kecerdasan otaknya yang membuat Anam sekali mendengar dan melihat, pelajaran itu sulit hilang dari ingatannya.
Nasib serupa dialami Paramuditaya Dyan Prabaswara. Meski sama-sama menyandang tunanetra seperti Farrel, Dyan lebih beruntung. Penyakit glukoma yang menyerang kedua matanya sejak berusia dua setengah tahun lalu, tidak sampai menghilangkan kedua bola matanya. Dyan masih bisa melihat remang-remang, meski dengan bantuan kaca pembesar.
Sebagai penyandang tunanetra, prestasi Dyan sudah mulai tampak ketika dia duduk di bangku SDLB dan sampai duduk di bangku SMP Poncowarno Cilacap. Terbukti sampai saat ini, Dyan sudah mengantongi empat buah trofi dan piagam penghargaan serta satu medali emas.