Tuesday, February 7, 2012

Tanah Semarang Ambles, Air Dalam Tanah Perlu Diisi

Semarang__-
Pengisian kembali air tanah dinilai bisa menahan laju amblesan tanah di Kota Semarang. Caranya cukup sederhana, melalui resapan air tanah buatan di mana air hujan atau air reklamasi diinjeksikan ke bawah permukaan tanah.

”Metode ini sudah dijalankan India dan terbukti efektif. Laju amblesan tanah bisa ditahan dan tidak terus-menerus semakin turun,” tutur pakar Pengairan dan Pengembangan Wilayah dari Undip Dr Ir Nelwan Dipl HE kemarin kepada Suara Merdeka.

Resapan air tanah secara buatan ini merupakan proses antropogenik. Resapan air tanah ini penting untuk manajemen air tanah yang berkelanjutan, karena banyaknya volume air tanah yang disarikan dari akuifer (lapisan tanah) dalam jangka panjang kurang dari atau sama dengan tingkat volume yang diisi ulang. Nelwan menilai, pemanfaatan air bawah tanah (ABT) kian tinggi selama air permukaan belum mencukupi.

Sebaliknya, pengeboran air tanah memberikan hasil yang sangat memuaskan.

Banyak sumur bor yang airnya memancar ke atas. Kondisi itu menyebabkan banyak pihak terlena dan tidak mengantisipasi dampak eksploitasi air tanah secara berlebihan ini jauh ke depan. Adapun akibat ikutan dari penurunan muka air tanah tersebut adalah amblesan tanah, yang diakibatkan pemampatan pori-pori batuan yang kosong karena hilangnya massa air tanah. Pengisian kembali air tanah ini, lanjutnya, memang tidak bisa menghentikan penurunan muka tanah.

”Paling tidak, meminimalisasi laju penurunan tanah yang mencapai 10 cm per tahun bisa menjadi 2 cm karena massa air tanah bisa terjaga,” katanya.

Pengisian kembali air tanah ini bisa dibuatkan saluran penangkap aliran air permukaan maupun embung permanen air hujan. Dia menyayangkan, langkah yang sudah digiatkan di negara maju dan berkembang ini justru sama sekali belum dilirik. Di India, misalnya, pengairan areal pertanian memanfaatkan ABT. Namun kesadaran petani disana sudah baik, yakni dengan menerapkan proses pengisian kembali air tanah. Di masing-masing rumah petani, ada semacam pipa yang dikoneksikan dengan lubang tanah dengan kedalaman tertentu.

Pipa tersebut berfungsi mengalirkan air hujan agar masuk ke cekungan air tanah. Diakuinya tidak sedikit biaya yang diperlukan, namun pembiayaan dari luar negeri bisa menjadi alternatif. Dia menyarankan, pembangunan-pembangunan instalasi pengisian kembali air tanah bisa dipadukan dengan program yang dimiliki Pemkot yakni Gerdu Kempling.

Guru Besar Bidang Teknik Sipil Undip Prof Dr Ir Suripin M Eng menambahkan, tidak sembarang wilayah bisa dibuat resapan air tanah secara buatan. Idealnya wilayah tersebut berada pada ketinggian lima meter di atas permukaan laut. Saat ini, bersama Pemkot tengah disiapkan regulasi yang mengatur ketersediaan sumur resapan maupun tampungan-tampungan air hujan.

”Kami masih menyusun raperda drainase, yang di dalamnya mengatur tentang konsep pengisian kembali air tanah bagi mereka yang memanfaatkan air bawah tanah,” katanya.