Secara teknis, hasil uji emisi tersebut mengganjal kelulusan sebagai kendaraan nasional yang siap produksi. Seberapa besar dampak yang dihasilkan, hingga emisi digunakan sebagai penghalang untuk sebuah kendaraan yang laik beroperasi di jalan?
Proses pembakaran pada kendaraan bermotor tidak ada yang berlangsung secara sempurna, sehingga sekecil apa pun akan tetap menghasilkan emisi gas buang.
Proses pembakaran tidak sempurna menghasilkan hidrokarbon (HC), karbonmonoksida (CO), nitrogenoksida (NO), karbon dioksida (CO2), gas hidrogen (H), gas SO2 (sulfur oksida), dan timbal (Pb).
Setiap kendaraan akan menghasilkan gas sisa pembakaran sesuai dengan cara pengoperasian mesin. Pada kondisi kendaraan hidup stasioner memberikan emisi lebih besar dibandingkan dengan kendaraan berjalan. Secara umum, reaksi pembakaran bahan bakar fosil secara sempurna pada proses kendaraan bermotor mengikuti reaksi sebagai berikut (Davis L, 1991).
C 8 H 18 + 12,5 O2 + 12,5 N 2 > 6 CO 2 + 9 H2 O + 47 N2 + 2CO.
Bahan bakar fosil di samping tersusun dari hidrokarbon, juga memperoleh campuran berupa belerang dan timbal (Pb), sehingga dalam proses pembakaran, di samping menghasilkan gas karbondioksida, air dan nitrogen, juga menghasilkan gas SOx dan Pb.
Pada saat proses pembakaran tidak sempurna maka tidak seluruh hidrokarbon teroksidasi, sehingga masih menyisakan hidrokarbon (HC) dan gas karbonmonoksida (CO) dengan proporsi lebih besar.
Pada kasus mobil Esemka, tingginya emisi gas hidrokarbon (HC) dan karbonmonoksida (CO) kemungkinan disebabkan sistem pada mesin belum mampu melakukan pembakaran secara sempurna, sehingga menghasil gas CO dan HC melebihi baku mutu. Karbonmonoksida (CO) memberikan dampak lebih dominan dibandingkan dengan hidrokarbon (HC) maupun NOx.
Sistem transportasi merupakan urat nadi perkotaan, memiliki peran dalam mendukung dinamika kehidupan perkotaan. Jumlah kendaraan selalu meningkat dari waktu ke waktu. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa setiap kendaraan yang beroperasi memberikan kontribusi 2.718,19 Ïg/m3 gas karbonmonoksida (CO) pada udara. Semakin tinggi kepadatan lalu lintas akan semakin tinggi juga emisi karbon monoksida yang diberikan. Penyebaran emisi ini terpapar hingga jarak 50 m searah dengan kecepatan angin untuk gas dan hingga jarak 250 m untuk partikel padat (Mursid R, et al, Jurnal Kimia Lingkungan, 2007).
Terjadinya kemacetan lalu lintas akan memperbesar emisi gas karbonmonoksida (CO) karena terjadi pembakaran yang tidak sempurna, hingga hampir 6 kali bila lalu lintas tidak mengalami kemacetan. Paparan tersebut yang memberikan beban kepada masyarakat di sekitar jalan, baik pemukim, pengasong, polisi lalu litas, maupun pekerja di pinggir jalan, karena mereka menghirup karbonmonoksida (CO) setiap harinya. Angka tersebut memberikan arti bahwa bila mobil Esemka diproduksi tanpa melakukan perbaikan sistem transmisi pembakaran mesin, maka akan semakin tinggi beban pencemaran yang diterima oleh masyarakat pengguna jalan.
Peningkatan konsentrasi gas pencemar memberikan pengaruh secara gradasi mulai yang paling ringan sampai yang paling berat. Gangguan sesak napas, pusing-pusing, kehilangan kesadaran hingga penurunan tingkat kecerdasan merupakan dampak langsung paparan bahan pencemar terhadap tubuh manusia. Masyarakat yang memiliki risiko paling tinggi adalah mereka yang memiliki aktivitas tinggi di sekitar jalan (pedagang kaki lima, polisi, pemukim di sekitar jalan, dan sopir). Kelompok masyarakat tersebut memiliki kerentanan tinggi dari paparan gas karbon monoksida (CO).
Tingginya karbon monoksida dari hasil uji emisi mobil Esemka, lebih memberikan dampak membahayakan dibandingkan dengan hidrokarbon (HC). Hidrokarbon (HC) yang merupakan bahan bakar utama kendaraan bermotor tidak semua teroksidasi secara sempurna. Indikasi tingginya HC pada emisi mobil Esemka menunjukkan bahwa mesin belum memiliki kemampuan optimal dalam mengubah bahan bakar manjadi energi dan manyisakan emisi.
Di antara senyawa- senyawa yang terkandung di dalam gas kendaraan bermotor yang dapat menimbulkan pengaruh sistemik, yang paling penting adalah karbon monoksida dan timbal. Pengaruh langsung dari kedua zat di atas terhadap kehidupan manusia dan bentuk kehidupan lainnya sangat berbeda-beda, dari pengaruh yang berat (mematikan) sampai pengaruh yang ringan (menimbulkan perasaan jengkel). Adanya zat pencemar di udara mempunyai kecenderungan untuk menaikkan jumlah penderita atau memperberat penyakit kanker paru-paru, emphysema, TBC, pneumonia, bronkitis, asma, dan bahkan influensa.
Gas CO tidak berbau, tidak berasa, sehingga kehadiranya tidak dapat dirasakan secara kasat mata. Justru sifat ini yang sangat berbahaya karena manusia yang terpapar tidak merasakan, akan tetapi akan terkena dampak secara mematikan. Senyawa CO sangat mudah berkaitan dengan hemoglobin (Hb), bila dibandingkan dengan daya ikat oksigen dengan Hb, maka daya ikat CO adalah 240 kali daya ikat oksigen.
Fungsi oksigen untuk jaringan tubuh adalah untuk pelengkap proses pembakaran yang menghasilkan tenaga. Menurunnya kemampuan darah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh menyebabnya turunnya tenaga yang dihasilkan oleh metabolisme sel-sel (pertukaran zat antarsel).
Memperhatikan uraian di atas, maka jelas dampak bahaya bila mobil Esemka dioperasionalkan tanpa merevisi sistem pembakaran.
Karbonmonoksida yang dihasilkan jauh lebih banyak. Bila terjadi kebocoran bodi kendaraan dan gas buang masuk ke dalam mobil, maka akan dapat membawa korban kematian. Kasus ini pernah terjadi akibat operasional kendaraan pada kondisi stasioner, dan terjadi kebocoran bodi mobil, yang menyebabkan emisi masuk ke dalam mobil akan terhirup secara tidak sadar oleh pemakai.
Karena tidak berbau, maka pengguna tidak menyadari bila ada ancaman gas CO. Keterlambatan menghindar dari paparan CO menyebabkan oksigen dalam darah tergantikan kedudukanya oleh CO. Bila konsentrasi hingga sekitar 80 ppm, maka ancaman kematian akan besar. Mari kita renungkan bersama.